Tugas Individu, 18 Desember 2020
CIRI-CIRI
TES DAN PENYUSUNANNYA
Tugas
ini diajukan untuk memenuhi tugas individu
Mata Kuliah: Evaluasi Pembelajaran
Dosen Pengampu: Yumn Jamillah,
M.Pd.
Disusun Oleh :
Seprina (1811010110)
S1/PAI/I/5
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas berkat rahmat
dan hidayat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Sholawat serta salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa
sallam yang semoga kita mendapatkan syafaatnya di yaumil akhir.
Tugas ini
diajukan untuk memenuhi tugas individu mata kuliah Evaluasi Pembelajaran dengan ibu Yumn Jamillah, M.
Pd., selaku dosen pengampu. Adapun isi dari tugas ini adalah
membahas tentang Ciri-ciri Tes dan Penyusunannya. Harapan kami melalui makalah
ini, akan mempermudah pembaca dalam memahami lebih rinci mengenai Ciri-ciri dan
Penyusunan Tes.
Saya merasa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan,
sehingga masih diperlukan saran ataupun kritik dari semua pihak yang bersifat
membangun dalam penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi pihak yang membutuhkan, khususnya bagi kami sehingga tujuan yang
diharapakn dapat tercapai.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................ ii
DAFTAR ISI.............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Rumusan
Masalah............................................................................ 1
C. Tujuan.............................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................... 2
A. Ciri-ciri Tes yang Baik..................................................................... 2
B. Penyusunan Tes............................................................................... 6
BAB III PENUTUP.................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Tujuan evaluasi
pembelajaran adalah untuk mengetahui keefektifan
dan efisiensi sistem pembelajaran, baik
menyangkut tujuan, materi, metode, media, sumber belajar, lingkungan
maupun sistem penilaian itu sendiri atau
dengan kata lain evaluasi dilakukan untuk
menentukan nilai atau kualitas dari kegiatan
pembelajaran yang dilakukan.
Agar evaluasi pembelajaran
mampu mengukur apa yang ingin diukur
atau mampu mengungkap apa yang ingin diungkapkan
maka alat ukur atau alat evaluasi
yang digunakan juga harus memenuhi kriteria standar
pengukuran.
Oleh karena itu makalah
ini menjadi penting karena membahas ciri-ciri tes
yang baik dan penyususnannya yang patut dijadikan acuan
oleh seorang evaluator dalam menyusun alat ukur (tes)
yang meliputi validitas, reliabilias, objektivitas,
praktibilitas dan ekonomis. Dengan mengacu pada
ciri-ciri tes yang baik maka diharapkan mampu
mengetahui efektifitas dan efisiensi sistem
pembelajaran. Sehingga dapat meningkatkan kualitas
pemebelajaran dari waktu ke waktu sehingga dapat memberikan
kontsribusi dalam meningkatkan mutu pendidikan.
B.
Rumusan
masalah
1.
Apa saja Ciri-ciri Tes yang baik?
2.
Bagaimana penyususnan Tes yang baik?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Untuk mengetahui Ciri-ciri Tes yang baik.
2.
Untuk mengetahui Cara Penyusunan Tes yang baik.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Ciri-ciri Tes yang baik
Agar dapat mengukur
dengan benar dan tepat apa yang hendak
diukur maka alat ukur (tes) yang digunakan
harus memenuhi kriteria standar pengukuran.
Ada beberapa pendapat para ahli tentang
ciri-ciri tes yang baik diantaranya:
Menurut Mudjijo ada 4 ciri tes yang
baik yaitu : Validitas, reliabilitas, kemudahan dan kepraktisan.
Kemudahan dalam hal ini yaitu mudah dilaksanakan dan
kepraktisan dalam hubungannya dengan biaya dan waktu
untuk melaksanakan dan yang terakhir analisis butir soal. Tes
yang baik berarti soal tersebut memiliki
butir soal yang baik.
Menurut Suharsimi Arikunto suatu
tes dapat dikatakan baik apabila memenuhi lima persyaratan,
yaitu :
1.
Validitas
Kata valid sering diartikan dengan : tepat,
benar, absah dan shahih. Jadi kata validitas
ketepatan, kebenaran, keabsahan. Apabila dikaitkan dengan
fungsi tes sebagai alat pengukur maka
sebuah tes dikatakan valid apabila alat ukur tersebut dapat dengan
tepat mengukur apa yang hendak diukur atau diungkap lewat
tes tersebut. Jadi tes hasil belajar dapat
dinyatakan valid (alat pengukur keberhasilan) dengan
secara tepat dapat mengukur atau mengungkap hasil-hasil
belajar yang telah dicapai oleh peserta
didik setelah menempuh proses belajar mengajar
dalam waktu tertentu.
Contoh: Diperoleh informasi bahwa Si A beratnya 80
kg setelah diukur dengan timbangan beras
yang benar memang hasilnya demikian beratnya
berdasarkan hasil timbangan.
Untuk tes hasil belajar aspek validitas yang
paling penting adalah validitas isi. Yang dimaksud dengan validitas
isi adalah ukuran yang menunjukkan sejauh mana
skor dalam tes yang berhubungan dengan penguasaan
peserta tes dalam bidang studi yang diuji melalui
perangkat tes tersebut. Untuk mengetahui tingkat validitas
isi tes, diperlukan adanya penilaian ahli yang menguasai
bidang studi tersebut.
2.
Reliabilitas
Kata reliabilitas dari kata reliability (Inggris) yang artinya dapat
dipercaya. Tes yang reliable jika memberikan hasil yang tetap
(consistent) apabila diteskan berkali-kali. Jika kepada siswa diberikan tes
yang sama yang pada waktu yang berlainan, maka setiap siswa akan tetap
berada dalam urutan rangking yang sama tetap (ajeg) dalam
kelompoknya. Validitas berhubungan dengan ketepatan sedangkan
reliabilitas berhubungan dengan ketetapan atau keajekan.`
Sebuah tes dikatakan relibel apabila
hasil-hasil pengukuran yang dilakukan dengan
menggunakan tes tersebut secara berulang kali
terhadap subyek yang sama hasilnya tetap sama atau
sifatnya stabil. Yang dimaksud
Stabil disini yaitu tetap
berada pada urutan kelompoknya ketika tes
dilakukan berulang-ulang meskipun terjadi perubahan
nilai secara keseluruhan oleh kelompoknya
tetapi pada posisi urutan rangkingnya
tetap atau berubah tetapi perubahannya tidak berarti.
Jadi penekannanya bukan pada tetapnya nilai
tetapi pada tetapnya posisi urutan
nilai atau rangking dalam kelompoknya. Walaupun tampaknya
hasil tes pada tes kedua lebih baik karena kenaikannnya
dialami oleh semua siswa maka tes
yang digunakan dapat dikatakan memiliki reliabilitas
yang tinggi. Kenaikan hasil yang kedua bisa
jadi disebabkan adanya pengalaman yang diperoleh
pada waktu mengerjakan tes pertama.
Contoh: Berikut ini Tabel Nilai Tes
Pertama dan Kedua
Nama Siswa |
Pengetasan Pertama |
Pengetesan kedua |
Ahmad
Rizal |
5,5 |
6,6 |
Alfi
Azhari |
6 |
7 |
Lusi
Kurnia |
8 |
9 |
Nissa
Arshyta |
5 |
6 |
Seprina |
6 |
7 |
Siti
Khoiriah |
7 |
8 |
Pada tabel tersebut di atas menunjukkan
hasil tes pertama dan hasil tes kedua
yang dicapai oleh siswa secara keseluruhan
cenderung mengalami kenaikan tetapi
pada posisi rangkingnya tetap yang berarti
alat tes yang digunakan dalam menilai hasil
belajar tersebut reliable atau dapat dipercaya.
Menurut Ngalim Purwanto suatu tes disebut
andal (reliability) jika ia dapat
dipercaya, konsisten atau stabil.
3.
Objectivitas
Objektif berarti tidak adanya unsur pribadi yang
mempengaruhinya bukan subjectif. Sebuah tes dikatakan memiliki
objectivitas apabila dalam melaksanakan tes tidak ada faktor
subjectif yang mempengaruhi terutama dalam sistem skornya.
Apabila dikaitkan dengan reliabilitas maka objectivitas menekankan
ketetapan (consistency) pada sistem skoring, sedangkan reliabilitas menekankan
ketetapan dalam hasil tes. Ada 2 faktor yang mempengaruhi
subjectivitas dari sesuatu tes yaitu bentuk tes dan penilai :
a.
Bentuk Tes
Tes yang berbentuk uraian akan memberi banyak kemungkinan
kepada sipenilai untuk memberikan penilaian menurut caranya sendiri.
Untuk menghindari masuknya unsur subjektivitas
dari penilai maka sistem skoringnya dapat dilakukan
dengan cara sebaik-baiknya antara lain lain dengan
membuat pedoman skoring terlebih dahulu.
b.
Penilai
Subjectivitas dari penilai akan dapat masuk secara agak
leluasa terutama dalam tes bentuk uraian. Faktor-faktor yang mempengaruhi
subjectivitas antara lain kesan penilai terhadap siswa, tulisan bahasa,
kelelahan untuk menghindari subjektivitas maka harus mengacu pedoman terutama
menyangkut masalah pengadministrasian yaitu kontinuitas dan komprehensivitas.
Sedangkan Menurut Prof. Drs. Anas Sujiono
Suatu tes belajar dapat disebut tes
belajar yang obyektif apabila tes tersebut
disusun dan dilaksanakan menurut apa adanya. Ditinjau
dari segi isi atau materinya artinya bahwa
materi tes diambilkan atau bersumber dari materi
atau bahan pelajaran yang telah
diberikan sesuai dengan instruksional khusus yang
telah ditentukan atau bahan pelajaran yang
telah dipelajari oleh peserta didik yang
dijadikan acuan dalam penyusunan hasil belajar
tersebut.
4.
Praktibilitas (practibility)
Sebuah tes disebut memiliki praktibilitas
yang tinggi apabila tes tersebut bersifat praktis, Tes yang
praktis adalah tes yang:
a.
Mudah dilaksanakan, tidak menuntut peralatan yang banyak dan
memberi kebebasan kepada siswa mengerjakan terlebih dahulu bagian
yang dianggap mudah. Karena bersifat sederhana dalam arti tidak
memerlukan peralatan yang sulit pengadaannya.
b.
Mudah pemeriksaannya artinya bahwa tes itu dilengkapi kunci
jawaban maupun pedoman skoringnya. Dilengkapi dengan petunjuk-petunjuk yang
jelas sehingga dapat diberikan atau diawali orang lain.
c.
Dilengkapi dengan petunjuk-petunjuk yang
jelas sehingga dapat diberikan atau diawasi
oleh orang lain
5.
Ekonomis
Pelaksaan tes tersebut tidak membutuhkan ongkos atau biaya
yang mahal, tenaga yang banyak serta waktu yang lama.
B.
Penyusunan Tes
1. Bentuk-Bentuk Penyusunan Tes
a.
Penyusunan Tes Tertulis
Sebagai alat pengukur
perkembangan dan kemajuan belajar peserta didik, apabila ditinjau dari segi
bentuk soal-soal, dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tes belajar bentuk
uraian (tes subjektif), dan tes hasil belajar bentuk obyektif.
1)
Tes uraian
Pada umumnya
berbentuk esai (uraian). Tes bentuk esai adalah sejenis tes kemampuan belajar
yang memerlukan jawaban yang bersifat pembahasan atau uraian kata-kata.
Ciri-ciri pertanyaannya didahului dengan kata-kata seperti uraikan, jelaskan,
mengapa, bagaimana, bandingkan, simpulkan, dan sebagainya. Soal-soal bentuk
esai biasanya jumlahnya tidak banyak, hanya sekitar 5-10 buah dalam waktu
kira-kira 90-120 menit. Soal-soal bentuk esai menuntut kemampuan siswa untuk
dapat mengorganisir, menginterpretasi, menghubungkan pengertian-pengertian yang
telah dimiliki. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa tes esai menuntut siswa
untuk dapat mengingat-ingat dan mengenal kembali, dan terutama harus mempunyai
daya kreativitas yang tinggi.
Petunjuk penyusunan tes
uraian adalah :
a)
Hendaknya soal-soal tes
dapat meliputi ide-ide pokok dari bahan yang diteskan, dan kalau mungkin
disusun soal yang sifatnya komprehensif.
b)
Hendaknya soal tidak
mengambil kalimat-kalimat yang disalin langsung dari buku atau catatan.
c)
Pada waktu menyusun,
soal-soal itu sudah dilengkapi dengan kunci jawaban serta pedoman penilaiannya.
d)
Hendaknya diusahakan
agar pertanyaan bervariasi antara “jelaskan”, “mengapa”, “bagaimana”, “seberapa
jauh”, agar dapat diketahui lebih jauh penguasaan siswa terhadap bahan.
e)
Hendaknya rumusan soal
dibuat sedemikian rupa sehingga mudah dipahami oleh siswa.
f)
Hendaknya ditegaskan
model jawaban apa yang dikehendaki oleh penyusun tes.
2)
Tes objektif
a)
Tes benar-salah (true-false)
Tes obyektif bentuk
true-false adalah salah satu bentuk tes obyektif dimana butir-butir soal yang
diajukan dalam tes hasil belajar itu berupa pernyataan, pernyataan ada yang
benar dan ada yang salah.
Petunjuk penyusunan tes
benar-salah adalah:
(1)
Tulislah huruf B-S pada
permulaan masing-masing item dengan maksud untuk mempermudah mengerjakan dan
menilai (scoring).
(2)
Usahakan agar jumlah
butir soal yang harus dijawab B sama dengan butir soal yang harus dijawab S.
Dalam hal ini hendaknya pola jawaban tidak bersifat teratur misalnya
B-S-B-S-B-S atau SS-BB-SS-BB-SS.
(3)
Hindari item yang masih
bisa diperdebatkan.
Contoh: B-S Kekayaan lebih
penting dari pada kepandaian.
(4)
Hindarilah
pertanyaan-pertanyaan yang persis dengan buku.
(5)
Hindarilah kata-kata
yang menunjukan kecenderungan memberi saran seperti yang dikehendaki oleh item
yang bersangkutan, misalnya: semuanya, tidak selalu, tidak pernah dan
sebagainya.
b)
Tes pilihan ganda (multiple
choice test)
Multiple choice test terdiri
atas suatu keterangan atau pemberitahuan tentang suatu pengertian yang belum
lengkap. Dan untuk melengkapinya harus memllilih satu dari beberapa kemungkinan
jawaban yang telah disediakan.
Pada dasarnya, soal
bentuk pilihan ganda ini adalah soal bentuk benar salah juga, tetapi dalam
bentuk jamak. Testee diminta membenarkan atau menyalahkan setiap item dengan
tiap pilihan jawab. Kemungkinan jawaban itu biasanya sebanyak tiga atau empat
buah, tetapi adakalanya dapat juga lebih banyak (untuk tes yang akan diolah
dengan komputer banyaknya option diusahakan 4 buah).
c)
Menjodohkan (Matching
test)
Matching test dapat
diganti dapat diganti dengan istilah mempertandingan, mencocokkan, memasangkan,
atau menjodohkan. Matching test terdiri atas satu seri pertanyaan dan
satu seri jawaban. Masing-masing pertanyaan mempunyai tercantum dalam seri
jawaban. Petunjuk-petunjuk
yang perlu diperhatikan dalam menyusun tes bentuk matching ialah:
(1)
Seri pertanyaan-pertanyaan
dalam Matching testhendaknya tidak lebih dari sepuluh soal (item). Sebab
pertanyaan-pertanyaan yang banyak itu akan membingungkan murid. Juga
kemungkinan akan mengurangi homogenitas antara item-item itu.
(2)
Jumlah jawaban yang
harus dipilih, harus lebih banyak dari pada jumlah soalnya (kurang lebih 1
½ kali). Dengan demikian murid dihadapkan kepada banyak pilihan, yang
semuanya mempunyai kemungkinan benarnya, sehingga murid terpaksa lebih
menggunakan pikirannya.
(3)
Antara item-item yang
tergabung dalam satu seri matching test harus merupakan
pengertian-pengertian yang benar-benar homogen.
d)
Tes isian (complection
test)
Complection test biasa
kita sebut dengan istilah tes isian, tes menyempurnakan, atau tes
melengkapi. complection test terdiri atas kalimat-kalimat yang ada
bagian-bagiannya yang dihilangkan. Bagian yang dihilangkan atau yang diisi oleh
murid ini adalah merupakan pengertian yang kita minta dari murid.
Saran-saran dalam
menyusun tes bentuk isian ini adalah sebagai berikut:
(1)
Perlu selalu diingat
bahwa kita tidak dapat merencenakan lebih dari satu jawaban yang kelihatan
logis.
(2)
Jangan mengutip
kalimat/pertanyaan yang tertera pada buku/catatan.
(3)
Diusahakan semua tempat
kosong hendaknya sama panjang.
(4)
Diusahakan hendaknya
setiap pertanyaan jangan mempunyai lebih dari satu tempat kosong.
(5)
Jangan mulai dengan
tempat kosong.
b.
Penyusunan Tes Lisan
Tes lisan digunakan
untuk mengevaluasi hasil belajar berupa kemampuan untuk mengemukakan pendapat-pendapat
atau gagasan-gagasan secara lisan.
Berberapa petunjuk
berikut ini dapat dipergunakan dalam tes lisan:
1)
Sebelum tes lisan
dilaksanakan, seyogyanya tester sudah melakukan inventarisasi berbagai jenis
soal yang akan diajukan kepada teste dalam tes lisan tersebut, sehingga tes
lisan dapat diharapkan memiliki validitas yang tinggi, baik dari segi isi
maupun kontruksinya.
2)
Setiap butir soal yang
telah ditetapkan untuk diajukan kepada tes lisan itu, juga harus disiapkan
sekaligus pedoman atau ancar-ancar jawaban betulnya.
3)
Jangan sekali-kali
menentukan skor atau nilai hasil tes lisan setelah seluruh teste menjalani tes
lisan. Skor atau nilai hasil tes lisan harus dapat ditentukan disaat
masing-masing teste selesai dites. Hal ini dimaksudkan agar pemberian skor atau
nilai hasil tes lisan yang diberikan kepasa teste itu tidak dipengaruhi oleh
jawaban yang diberikan oleh testee yang lain.
4)
Tes belajar yang
dilaksanakan secara lisan hendaknya jangan sampai menyimpang atau berubah arah
dari evaluasi menjadi diskusi.
5)
Dalam rangka menegakkan
prinsip objektivitas dan prinsip keadilan, dalam tes yang dilaksanakan secara
lisan itu, tester hendaknya jangan sekali-kali “memberikan angin segar” atau
“memancing-mancing” dengan kata-kata arau kalimat atau kode-kode tertentu yang
sifatnya menolong testee karena menguji pada hakikatnya adalah mengukur bukan
membimbing testee.
c.
Penyusunan tes tindakan
Tes tindakan
dimaksudkan untuk mengukur keterampilan siswa dalam melakukan suatu kegiatan.
Dalam tes tindakan persoalan disajikan dalam bentuk tugas yang harus dikerjakan
oleh testi.
Tes tindakan pada
unumnya digunakan untuk mengukur taraf kompetensi yang bersifat
keterampilan (psikomotorik), dimana penilaiannya dilakukan terhadap proses
penyelesaian tugas dan hasil akhir yang dicapai oleh testee tersebut.
2. Tahapan-Tahapan Penyusunan Tes
Ada enam tahap dalam
merencanakan dan menyusun tes agar diperoleh tes yang baik, yaitu:
a.
Pengembangan
spesifikasi tes
Spesifikasi tes adalah
suatu ukuran yang menunjukkan keseluruhan kualitas tes dan ciri-ciri yang harus
dimiliki oleh tes yang akan dikembangkan. Hal yang perlu diperhatikan adalah :
1)
Menentukan tujuan,
tujuan pembelajaran yang baik hendaklah berorientasi kepada peserta didik,
bersifat menguraikan hasil belajar, harus jelas dan dapat dimengerti,
mengandung kata kerja yang jelas (kata kerja operasional), serta dapat diamati
dan dapat di ukur.
2)
Menyusun kisi-kisi
soal, penyusunan kisi-kisi soal bertujuan untuk merumuskan setepat mungkin
ruang lingkup, tekanan dan bagian-bagian tes sehingga perumusan tersebut dapat
menjadi petunjuk yang efektif bagi penyusun tes.
3)
Memilih tipe soal,
dalam memilih tipe soal perlu diperhatikan kesesuaian antara tipe soal dengan
materi, tujuan evaluasi, skoring, pengelolaan hasil evaluasi, penyelenggaraan
tes, serta ketersediaan dana dan kepraktisan.
4)
Merencanakan tingkat
kesukaran soal, untuk soal objektif dapat diketahui melalui uji coba atau dapat
juga diperkirakan berdasarkan berat ringannya beban penyeleaian soal tersebut
5)
Merencanakan banyak
soal
6)
Merencanakan jadwal
penerbitan soal
b.
Penulisan soal
c.
Penelaahan soal, yaitu
menguji validitas soal yang bertujuan untuk mencermati apakah butir-butir soal
yang disusun sudah tepat untuk mengukur tujuan pembelajaran yang sudah
dirumuskan, ditinjau dari segi isi/materi, kriteria dan psikologis.
d.
Pengujian butir-butir
soal secara empiris, kegiatan ini sangat penting jika soal yang dibuat akan
dibakukan.
e.
Penganalisisan hasil
uji coba.
f.
Pengadministrasian soal.
3. Langkah-langkah
Penyusunan Tes
Penyusunan tes
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a.
Menentukan tujuan
mengadakan tes
b.
Mengadakan
pembatasan terhadap bahan yang akan diteskan.
c.
Merumuskan tujuan
instruksional khusus dari tiap bagian bahan
d.
Manderetkan semua TIK
dalam tabel persiapan yang memuat ula aspek tingkah laku terkandung dalam TIK
itu. Tabel ini digunakan untuk mengadakan identifikasi terhadap tingkah laku
yang dikehendaki, agar tidak terlewati.
e.
Menyusun tabel
spesifikasi yang memuat pokok materi, aspek berpikir yang diukur beserta
imbangan antara kedua hal tesebut.
Tabel spesifikasi yang
juga dikenal dengan kisi-kisi adalah sebuah tabel yang didalamnya dimuat
rincian materi tes dan tingkah laku beserta proporsi yang dikehendaki oleh
penilai, dimana pada tiap petak dari tabel tersebut diisi dengan angka-angka
yang menunjukan banyaknya butir soal yang akan dikeluarkan dalam tes hasil
belajar.
Adapun dari arah taraf
kompetensi, biasanya penilai menggunakan model yang dikembangkan oleh Bloom
(1956). Menurut Benjamin S. Bloom, kompetensi kognitif peserta mulai dari yang
paling rendah sampai dengan yang paling tinggi.
f.
Menuliskan butir-butir
soal, didasarkan atas TIK-TIK yang sudah dituliskan pada tabel TIK dan aspek
tingkah laku yang dicakup.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat
diambil kesmpulan bahwa ciri-ciri tes yang baik
adalah sebagai berikut :
1.
Validitas, valid apabila alat ukur
tersebut dapat dengan tepat mengukur apa yang hendak diukur atau
mengungkap lewat tes tersebut.
2.
Reliabilitas, hasil-hasil pengukuran yang
dilakukan dengan menggunakan tes tersebut secara
berulang kali terhadap subyek yang sama
hasilnya tetap sama atau sifatnya stabil
dalam kelompoknya.
3.
Objectivitas, artinya dalam melaksanakan tes tidak ada
faktor subjectif yang mempengaruhi terutama dalam sistem skornya.
4.
Praktibilitas, (practibility) baik kepraktisan
yang terkait dalam pelaksanaannya maupun
kemudahan dalam pemeriksaannya.
5. Ekonomis, tidak memerlukan ongkos,
tenaga dan waktu yang banyak.
B.
Saran
Dengan makalah ini diharapkan dapat menjadi salah satu dari referensi atau
pedoman pendidik atau calon pendidik dalam memahami ciri-ciri dan penyususnan tes yang akan dipakai untuk mengukur suatu kemampuan.
Tiada gading yang tak retak, begitu juga dengan makalah ini. Dengan segala
keterbatasan dan kemampuan penulis, maka untuk pengembangan lebih lanjut
disarankan kepada para pembaca untuk turut mencari reverensi lain terkait
dengan materi ini guna menjadi masukan kepada penulis dan perbaikan serta
penyempurnaan kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. Edisi
Revisi 2002. Dasar- Dasar
Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara
https://bustomipls.blogspot.com/2018/04/pengembangan-dan-penyusunan-tes-evaluasi.html
Mudjijo. 1995. Tes Hasil Belajar. Jakarta:
Bumi Aksara
Purwanto, Ngalim. 1994.
Prinsip-Prinsip Dan
Teknik Evaluasi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosda Karya
Putro Widoyoko, Eko. 2009.
Evaluasi Program
Pembelajaran. Yogyakarta:
Pustaka, Pelajar
Sudijono, Anas. 1996.
Pengantar Evaluasi
Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada
2 komentar:
Nice☺
Nice☺
Posting Komentar